Tak Sadar Membeli Tiga Bungkus Rokok

Penulis: Firnas

Sumber gambar: Pinterest
Tulisan telah terbit di: Qureta.com
Sabtu malam, sebenarnya berlangsung seperti sabtu malam sebelumnya. Selepas menjadi buruh yang baik selama seharian penuh, malamnya ku habiskan di rumah untuk rehat dan sisanya aku gunakan untuk bermain game online. Namun, sabtu malam di bulan januari 2019 aku mendapat pesan WhatsApp ajakan dari teman kantor untuk sabtu malam-an di luar, “tempat dikondisikan” kata teman aku.

Sabtu malam itu, kami janjian untuk bertemu di depan kantor. Ketika itu, kami belum menentukan apa tempat yang akan kami tuju. Namun tak berselang lama, aku dan enam orang teman bersepakat untuk nongkrong di café. Kata temanku “nongkrong di WARJO (café, drink and food di kota Balikpapan), saja”. Dan teman aku yang lain menyaut “oo iya, di café itu saja, suasanya asik karena langsung berhadapan dengan laut dan ramai”. Teman aku yang satu lagi menimpali “disitu banyak cewek, jadi bias sambil mencuci mata”. Terbawa suasana saat itu, aku pun mengiyakan, dan pikirku tak salah jika sekali-sekali cuci mata, minum kopi sambil bersendagurau bersama mereka. Maklum, kami semua masih bujang.

Malam itu, suasana café ramai oleh pengunjung. Sesampai kami, mata kami melirik kiri-kanan. Kata teman aku “coba cek semua meja yang masih kosong”. Salah satu diantara kami pun menemukan meja yang kosong dan cukup untuk berenam. Meja itu tepat bersebelahan dengan dua cewek. Dalam hati berkata “wah, kebutulan yang baik”. Tak berpikir Panjang kami pun menuju ke meja tadi. Kami pun, mengambil posisi duduk ternyaman kami.

Biasanya tempat yang tongkrongan yang ramai seperti café-café outdoor atau indoor akan menjadi ladang promosi produk rokok. Tak lama kami duduk, seorang waiter menghampiri kami dan bertanya “kak mau pesan apa?” sambil menyedorkan daftar menu. Pesanan kami bervariasi, ada pesan green tea, thai tea, jus buah dan aku pesan kopi susu panas. Dan untuk snack, kami pesan kentang goren dan pisang cokelat kju. Berselang kemudian pesanan kami datang.

Kami menikmati pesanan masing-masing. Salah satu diantara kami ada yang menikmati minumannya dengan minghisap rokoknya. Saat itu, kami cukup terhibur dengan tingkah salah satu teman. Dia begitu piawai menggombal cewek. Dan cewek yang manjadi sasaran gombalannya tepat disebalah meja kami. Cara dia menggombal dan mengobrol membuat kami tertawa terpingkal-pingkal. Meski begitu, terlihat jika ia hanya ingin membuat suasana menjadi sedikit meriah dan akrab dengan cewek sebelah meja kami.

Tertawa girang kami tetiba terpotong, tiba-tiba saja ada cewek datang menghampiri kami. Cewek ini berperangai manis dan cantik berserta makeupnya. Dia berpakaian cukup minimalis sekaligus ketat, baju berwarna kehitaman dan memiliki strip merah. Kulitnya tampak putih walau dalam kondisi minim cahaya. Rambutnya terlihat panjang serta memiliki lekukan tubuh layaknya sebuah gitar akustik. Kehadiran cewek ini membikin kami terdiam beberapa detik. Diantara kami saat itu, ada yang menatap serius, ada yang curi-curi pandang ada yang seolah-olah cuek dan itu aku.

Cewek itu sebut saja dia Bunga, ia menyapa kami “permisi kakak. selamat malam”, dari penampilannya kami semua tahu bahwa cewek itu adalah SPG (Sales Promotion Girl) salah satu merek rokok. “Bagi waktunya sebentar kakak yah 2-5 menit”, “kalo boleh tahu, pakai rokok apa yah kakak?” jawab teman kami “rokok Clas Mild”, kebetulan diantara kami hanya satu orang perokok, sebut saja dia Rangga.

Bunga kemudian membalasnya “oh itu yah, kenalkan kakak saya Bunga (nama samaran) mau perkenalakan Rokok ….” Bunga terlihat cukup piawai memperkenalkan produk rokok kepada teman kami.

Diantara kami, beberapa mata kedapatan sedang curi-curi padang ke Bunga. Bagaimana kami menolak untuk curi-curi pandang, Bunga memiliki perawakan good loking kalau istilah sekarang. Dan aku yakin Bunga yang malam itu terlihat menawan adalah cewek idaman untuk laki-laki. Ia memenuhi seluruh kriteria ideal seorang pasangan.  

Malam itu teman kami tak banyak berkata-kata, ia mendengar dengan patuh setiap presentasi Bunga. Bahkan mungkin ia memang menikmati situasinya. Rangga menghisap rokoknya sambil memperhatikan secara seksama dari apa yang disampaikan Bunga dan tampaknya tatapan Rangga seolah tidak ingin melewatkan setiap detail momen yang ada di depannya.

Diakhir promosi Bunga, ia kemudian menawarkan produk rokoknya kepada Rangga. Dan apa yang terjadi, aku yakin diantara kami yang hadir saat itu percaya bahwa Rangga pasti akan membelinya. Meski Rangga tidak menghisap rokok dengan merek yang tawarkan Bunga. Terbukti tak lama Bunga menawari produknya Rangga mengambil dompet yang ia simpan di kantong belakang calanya. Ditariknya uang beberapa lembar dan diberikan ke Bunga. Rangga pun menerima rokok itu. Kata Bunga “terimakasih kakak, tidak sekalian dengan koreknya kakak?” sahut Rangga “ini ada” sambil menunjukkan korek api yang selalu ia kantongi. Bunga pun berlalu tak lupa melempar sedikit senyum ke arah kami, entah ia tujukan kepada siapa. Tapi saat itu, kami tidak sungkan membalasnya dengan senyum termanis milik kami.

Namun, jujur saja saat itu kami dibuat terperangah karena tingkah Rangga. Yang mana ia tanpa ragu membeli 3 bungkus rokok sekaligus. Sekali lagi, meski rokok itu bukan kesukaannya. Dalam benak aku, “wah benar sepertinya Rangga telah jatuh tak berkutik pada pandangan pertama karena persona Bunga”. “Seolah Rangga tak berdaya, ia menyerah, ia rela menyerahkan apa saja yang ia miliki kepada Bunga”, begitu pikirku.

Apa yang terjadi pada Rangga malam itu, membuat aku teringat kepada salah satu tokoh psikoanalisis Freud. Tentang kesenangan pada salah satu dari "dua prinsip fungsi mental" yang merupakan prinsip realitas. Prinsip kesenangan yang mengarahkan semua aktivitas mental atau psikis untuk memaksimalkan kesenangan dan menghindari sesuatu tidak menyenangkan[1]. 

Bagi Rangga, memvisualisasi Bunga menjadi sebuah kesenangan merupakan sesuatu yang tentunya lahir dari dorongan bawah sadarnya. Rangga yang tampak menikmatai setiap detik yang diberikan oleh Bunga. Tanpa sadar Rangga terbawa suasana hingga rela mematuhi perkataan Bunga. Rangga sebenarnya menyadari bahwa rokok yang ditawarkan oleh Bunga bukan rokok yang sering ia hisap. Namun, ia mengabaikan hal itu. Ia tidak ingin kesenangan yang diperolehnya itu hilang jika ia mengabaikan dan menolak presentasi Bunga.

Prinsip kesenangan ini akan terhambat atau mengalami penundaan dalam realisasinya. Hal ini dikarenakan adanya sebuah mekanisme kerja sebagai prinsip control atas dorongan kesenangan dan kenikmatan. Hal ini terwujud dalam batasan pada tahap realitas bahwa kesenangan Rangga tidak bisa berlangsung seterusnya, ada batasan antara ia dan Bunga. Bunga terikat dengan tanggung jawab pekerjaan dan Rangga hanya seorang konsumen atau objek promosi.

Keterpukauan Rangga terhadap Bunga merupakan perwujudan kesenangan dan kenikmatan dalam bentuk lainnya. Juga termasuk ketika Rangga secar ikhlas membeli rokok sejumlah 3 bungkus tanpa berpikir bahwa rokok itu bukan yang ia sukai.

Kepustakaan:

[1] Pleasure principle. nosubject.com.

 

 

Comments