Penulis: Firnas
Sabtu malam itu, kami janjian
untuk bertemu di depan kantor. Ketika itu, kami belum menentukan apa tempat
yang akan kami tuju. Namun tak berselang lama, aku dan enam orang teman
bersepakat untuk nongkrong di café. Kata temanku “nongkrong di WARJO (café,
drink and food di kota Balikpapan), saja”. Dan teman aku yang lain menyaut
“oo iya, di café itu saja, suasanya asik karena langsung berhadapan dengan
laut dan ramai”. Teman aku yang satu lagi menimpali “disitu banyak
cewek, jadi bias sambil mencuci mata”. Terbawa suasana saat itu, aku pun
mengiyakan, dan pikirku tak salah jika sekali-sekali cuci mata, minum kopi
sambil bersendagurau bersama mereka. Maklum, kami semua masih bujang.
Malam itu, suasana café ramai
oleh pengunjung. Sesampai kami, mata kami melirik kiri-kanan. Kata teman aku “coba
cek semua meja yang masih kosong”. Salah satu diantara kami pun menemukan
meja yang kosong dan cukup untuk berenam. Meja itu tepat bersebelahan dengan
dua cewek. Dalam hati berkata “wah, kebutulan yang baik”. Tak berpikir
Panjang kami pun menuju ke meja tadi. Kami pun, mengambil posisi duduk
ternyaman kami.
Biasanya tempat yang tongkrongan
yang ramai seperti café-café outdoor atau indoor akan
menjadi ladang promosi produk rokok. Tak lama kami duduk, seorang waiter
menghampiri kami dan bertanya “kak mau pesan apa?” sambil menyedorkan
daftar menu. Pesanan kami bervariasi, ada pesan green tea, thai tea, jus buah
dan aku pesan kopi susu panas. Dan untuk snack, kami pesan kentang goren dan
pisang cokelat kju. Berselang kemudian pesanan kami datang.
Kami menikmati pesanan
masing-masing. Salah satu diantara kami ada yang menikmati minumannya dengan
minghisap rokoknya. Saat itu, kami cukup terhibur dengan tingkah salah satu
teman. Dia begitu piawai menggombal cewek. Dan cewek yang manjadi sasaran
gombalannya tepat disebalah meja kami. Cara dia menggombal dan mengobrol
membuat kami tertawa terpingkal-pingkal. Meski begitu, terlihat jika ia hanya
ingin membuat suasana menjadi sedikit meriah dan akrab dengan cewek sebelah meja
kami.
Tertawa girang kami tetiba terpotong, tiba-tiba saja
ada cewek datang menghampiri kami. Cewek ini berperangai manis dan cantik
berserta makeupnya. Dia berpakaian cukup minimalis sekaligus ketat, baju
berwarna kehitaman dan memiliki strip merah. Kulitnya tampak putih walau
dalam kondisi minim cahaya. Rambutnya terlihat panjang serta memiliki lekukan
tubuh layaknya sebuah gitar akustik. Kehadiran cewek ini membikin kami terdiam
beberapa detik. Diantara kami saat itu, ada yang menatap serius, ada yang curi-curi
pandang ada yang seolah-olah cuek dan itu aku.
Cewek itu sebut saja dia Bunga, ia menyapa kami “permisi
kakak. selamat malam”, dari penampilannya kami semua tahu bahwa
cewek itu adalah SPG (Sales Promotion Girl) salah satu merek rokok. “Bagi
waktunya sebentar kakak yah 2-5 menit”, “kalo boleh tahu, pakai rokok
apa yah kakak?” jawab teman kami “rokok Clas Mild”, kebetulan
diantara kami hanya satu orang perokok, sebut saja dia Rangga.
Bunga kemudian membalasnya “oh itu yah,
kenalkan kakak saya Bunga (nama samaran) mau perkenalakan Rokok ….” Bunga
terlihat cukup piawai memperkenalkan produk rokok kepada teman kami.
Diantara kami, beberapa mata kedapatan sedang
curi-curi padang ke Bunga. Bagaimana kami menolak untuk curi-curi pandang,
Bunga memiliki perawakan good loking kalau istilah sekarang.
Dan aku yakin Bunga yang malam itu terlihat menawan adalah cewek idaman untuk
laki-laki. Ia memenuhi seluruh kriteria ideal seorang pasangan.
Malam itu teman kami tak banyak berkata-kata, ia
mendengar dengan patuh setiap presentasi Bunga. Bahkan mungkin ia memang
menikmati situasinya. Rangga menghisap rokoknya sambil memperhatikan secara
seksama dari apa yang disampaikan Bunga dan tampaknya tatapan Rangga seolah
tidak ingin melewatkan setiap detail momen yang ada di depannya.
Diakhir promosi Bunga, ia kemudian menawarkan
produk rokoknya kepada Rangga. Dan apa yang terjadi, aku yakin diantara kami
yang hadir saat itu percaya bahwa Rangga pasti akan membelinya. Meski Rangga
tidak menghisap rokok dengan merek yang tawarkan Bunga. Terbukti tak lama Bunga
menawari produknya Rangga mengambil dompet yang ia simpan di kantong belakang
calanya. Ditariknya uang beberapa lembar dan diberikan ke Bunga. Rangga pun
menerima rokok itu. Kata Bunga “terimakasih kakak, tidak sekalian dengan
koreknya kakak?” sahut Rangga “ini ada” sambil menunjukkan korek api
yang selalu ia kantongi. Bunga pun berlalu tak lupa melempar sedikit senyum ke
arah kami, entah ia tujukan kepada siapa. Tapi saat itu, kami tidak sungkan
membalasnya dengan senyum termanis milik kami.
Namun, jujur saja saat itu kami dibuat terperangah
karena tingkah Rangga. Yang mana ia tanpa ragu membeli 3 bungkus rokok
sekaligus. Sekali lagi, meski rokok itu bukan kesukaannya. Dalam benak aku, “wah
benar sepertinya Rangga telah jatuh tak berkutik pada pandangan pertama karena
persona Bunga”. “Seolah Rangga tak berdaya, ia menyerah, ia rela
menyerahkan apa saja yang ia miliki kepada Bunga”, begitu pikirku.
Apa yang terjadi pada Rangga malam itu, membuat aku
teringat kepada salah satu tokoh psikoanalisis Freud. Tentang kesenangan
pada salah satu dari "dua prinsip fungsi mental" yang merupakan
prinsip realitas. Prinsip kesenangan yang mengarahkan semua aktivitas mental
atau psikis untuk memaksimalkan kesenangan dan menghindari sesuatu tidak
menyenangkan[1].
Bagi Rangga, memvisualisasi Bunga menjadi sebuah
kesenangan merupakan sesuatu yang tentunya lahir dari dorongan bawah sadarnya.
Rangga yang tampak menikmatai setiap detik yang diberikan oleh Bunga. Tanpa
sadar Rangga terbawa suasana hingga rela mematuhi perkataan Bunga. Rangga
sebenarnya menyadari bahwa rokok yang ditawarkan oleh Bunga bukan rokok yang
sering ia hisap. Namun, ia mengabaikan hal itu. Ia tidak ingin kesenangan yang
diperolehnya itu hilang jika ia mengabaikan dan menolak presentasi Bunga.
Prinsip kesenangan ini akan terhambat atau mengalami
penundaan dalam realisasinya. Hal ini dikarenakan adanya sebuah mekanisme kerja
sebagai prinsip control atas dorongan kesenangan dan
kenikmatan. Hal ini terwujud dalam batasan pada tahap realitas bahwa kesenangan
Rangga tidak bisa berlangsung seterusnya, ada batasan antara ia dan Bunga. Bunga
terikat dengan tanggung jawab pekerjaan dan Rangga hanya seorang konsumen atau
objek promosi.
Keterpukauan Rangga terhadap Bunga merupakan
perwujudan kesenangan dan kenikmatan dalam bentuk lainnya. Juga termasuk ketika
Rangga secar ikhlas membeli rokok sejumlah 3 bungkus tanpa berpikir bahwa rokok
itu bukan yang ia sukai.
Kepustakaan:
[1] Pleasure
principle. nosubject.com.
Comments
Post a Comment